Thursday 25 April 2013

Gajih Arsitek ditentukan dari umur?

Gajih seorang Arsitek

Sebagaimana pada profesi lainnya,arsitek pun mempertimbangkan senioritas.Lebih sarat pengalaman, harganya jauh lebih mahal ketimbang juniornya.

Pengalaman memang mahal dan tidak dapat dinilai dengan uang.Kepakaran seseorang sangat menentukan tinggi rendahnya tarif remunerasi yang dia dapatkan. Karena itulah tarif seorang arsitek dengan pengalaman enam tahun bisa mencapai dua kali lipat dibandingkan yang pengalamannya kurang dari dua tahun.

Penghasilan seorang arsitek bisa mencapai 10 kali lipat ketika dia sudah memiliki pengalaman 25 tahun hingga 34 tahun. Itulah sebabnya, sebagaimana di profesi lainnya dalam profesi arsitek pengalaman dan kepakaran mendapatkan penghargaan.

Berdasarkan standar Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) dalam pedoman hubungan kerja antara arsitek dengan pengguna jasa 2007, remunerasi tarif arsitek dibagi dalam tiga kelompok. Mulai tarif per jam,per hari,hingga per bulan.
Dalam pedoman tersebut diungkapkan, untuk arsitek dengan pengalaman kurang dari dua tahun tarif per jamnya hanya Rp35.000.Kemudian, untuk arsitek dengan pengalaman tiga sampai lima tahun,tarif per jamnya Rp47.000.

Pengalaman enam hingga delapan tahun Rp67.000 per jam,sembilan sampai 11 tahun (Rp96.000 per jam),12–14 tahun (Rp134.000 per jam), 15–19 tahun (Rp186.000 per jam), 20–24 tahun (Rp314.000 per jam), 25–34 tahun (Rp454.000 per jam), lebih dari 35 tahun (Rp525.000 per jam).

Sementara tarif per hari seorang arsitek dengan pengalaman kurang dari dua tahun sebesar Rp175.000.Dengan pengalaman tiga hingga lima tahun (Rp234.000), enam–delapan tahun (Rp333.000), 9–11 tahun (Rp476.000), 12–14 tahun (Rp670.000), 15–19 tahun (Rp927.000), 20–24 tahun (Rp1.569.000), 25–34 tahun (Rp2.268.000), serta arsitek dengan pengalaman lebih dari 35 tahun tarifnya per hari mencapai Rp2.625.000.

Selanjutnya, tarif per bulan seorang arsitek dengan pengalaman kurang dari dua tahun sebesar Rp3 juta.Arsitek dengan pengalaman tiga sampai lima tahun tarifnya mencapai Rp4 juta, enam hingga delapan tahun (Rp5.692.000),9–11 tahun (Rp8.144.000).

Untuk arsitek dengan pengalaman 12–14 tahun (Rp11.475.000), 15–19 tahun (Rp.15.888.000), 20–24 tahun (Rp26.893.000), 25–29 tahun (Rp38.873.000), serta pengalaman lebih dari 35 tahun tarif seorang arsitek mencapai Rp45 juta per bulan.

Dengan demikian, penghasilan arsitek akan meningkat seiring dengan senioritas dan pengalaman yang dia dapatkan.Seorang arsitek dengan pengalaman lebih dari 10 tahun berhak memasang tarif lebih dari tiga kali lipat dibandingkan seorang arsitek pemula yang pengalamannya kurang dari dua tahun.

Arsitek yang sudah berpengalaman hingga di atas 35 tahun bahkan layak mendapatkan penghargaan 15 kali lipat dibandingkan yang pemula. Kualifikasi ini sah saja. Sebab, profesi arsitek merupakan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi dan ketelitian tinggi.

Bukan hanya sekedar membuat desain yang sesuai selera pemesan, tapi juga implementasi rancang bangun yang kokoh dengan perhitungan cermat. Ini karena seorang arsitek bertanggung jawab untuk tidak hanya membuat gambar-gambar rancangan bangunan, tapi juga rencana kerja dan syarat-syaratnya, rencana anggaran biaya (RAB),daftar volume, dan laporan- laporan lainnya.

Pekerjaan ini meliputi tahap konsep rancangan, pra rancangan (schematic design),pengembangan rancangan, pembuatan gambar kerja,proses pengadaan dan pelaksana konstruksi, serta tahap pengawasan berkala. Namun, kisaran atau pedoman tarif yang dikeluarkan IAI bisa berbeda di lapangan.

Sebab,penghasilan seorang arsitek akan dipengaruhi tidak hanya karena kepiawaiannya dalam membuat desain dan mengaplikasikan rancang bangunan. Namun, dari citra baik seorang arsitek amat menentukan besar kecilnya tarif.

Ini sama halnya dengan seorang dokter atau pengacara. Semakin bagus citranya, semakin besar pula tarifnya. Semakin terkenal seorang arsitek, jasanya akan semakin laris digunakan masyarakat.

Dengan demikian, penghasilan dua orang arsitek yang sama-sama memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun bisa berbeda karena faktor kepakaran,pencitraan, dan popularitasnya. Perbedaan itu juga bisa terjadi pada arsitek yang memiliki firma sendiri dan yang bekerja pada sebuah instansi.

Arsitek yang telah mendirikan firma akan mendapatkan penghasilan berdasarkan proyek yang dia dapatkan.Sementara arsitek yang bekerja pada sebuah instansi, dia minimal akan mendapatkan penghasilan bulanan tempatnya bekerja.

Tingkat kesulitan pekerjaan juga memengaruhi besar kecilnya penghasilan seorang arsitek. Semakin sulit tingkat pengerjaan rancang bangunan yang dibuatnya, maka semakin mahal harga yang harus dibayar oleh pengguna jasa arsitek.

Arsitek dari Kalayman Architect Doddy H Subagya sepakat bahwa semakin senior seorang arsitek akan semakin mahal tarifnya. Sebab, sudah selayaknya arsitek senior mendapatkan penghargaan atas kerja keras dan pengalamannya selama bekerja.

Terlebih apabila arsitek itu berhasil membangun citra baik bagi dirinya.Artinya,dia bukan hanya senior melainkan juga seorang pakar. Jika sudah demikian, sang arsitek senior layak mendapatkan imbalan yang pantas.

Besaran tarif remunerasi pekerjaan arsitek sebenarnya tidak hanya dikeluarkan IAI, tapi juga oleh Departemen Pekerjaan Umum. Sayangnya, standar ini sering tidak diberlakukan di lapangan. Sebab, standar baku yang dikeluarkan IAI ini ternyata tidak dipatuhi masyarakat maupun kalangan arsitek sendiri.

Tidak jarang terjadi perang tarif dan jor-joran harga demi meraih proyek. Bahkan sering pula ditemui seorang arsitek yang memberikan jasa rancang bangunan gratis tapi dengan catatan pengerjaan proyek bangunan tersebut dikerjakan olehnya. “Mereka inilah yang merusak iklim kompetisi sehat di kalangan arsitek.

Seharusnya persaingan itu bukan dalam hal perang tarif, melainkan kualitas pelayanan dan pengerjaan proyek,” ujarnya. Kondisi tersebut boleh jadi sangat erat kaitannya dengan status sebagian arsitek yang menjadi pegawai di sebuah instansi pemerintah atau firma swasta.

Bahkan, disebut- sebut belum ada standar yang jelas mengenai standar gaji arsitek pegawai.Malah,ada juga anggapan bahwaarsitekpegawaitaklebih sebagai tukang gambar para pemilik modal dan belum memiliki posisi tawar yang tinggi.

Meski begitu, gaji seorang arsitek pegawai atau perencana kota masih lebih tinggi dari seorang akuntan. Berdasarkan Data Sakernas, penghasilan rata-rata per bulan seseorang arsitek mencapai Rp3.321.028, dibanding akuntan yang hanya sebesar Rp2.589.353. :)

4 comments:

Haries said...

Miris juga ya...Arsitek sampai dianggap hanya tukang gambar perusahaan :-) sudah saatnya beralih menjadi Arsitek professional :-) http://arsdesain.com/architect-vs-vampire/

Edi Solihin said...

Enak jadi arsitek

Edi Solihin said...

Enak jadi arsitek

Unknown said...

Abang seorang arsitek yaa?

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...